MAKALAH
AGAMA KATOLIK
Nama Kelompok:
Ananda Meliana
Dewi (1803012)
Eka Nur Janah (1803038)
Noor Putri
Elliya (1803064)
Silfa Dwiyana (1803092)
Program Studi:
S1 Keperawatan
Dosen Pengampu:
Drs. BS Tulus
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG
2018
Puji dan syukur
penulis panjatkan atas Kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah Agama Katolik guna
memenuhi tugas dari mata kuliah agama katolik.
Tidak lupa pula
penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu dan semua pihak yang
terlibat atas penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis harapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari
pembaca untuk perbaikan pada laporan selanjutnya.
Semarang,
November 2018
Penulis,
DAFTAR ISI
Hampir setiap hari kita selalu
disuguhi berita tentang penyalahgunaan ataupun penyelundupan narkoba di berbagai
media inrormasi ditanah air. Narkoba atau secara lengkap sering disebut sebagai
NAPZA (narkotika, alkohol, psikotropika, zat adiktif lainnya) merupakan bahan
kimia yang dapat mempengaruhi kinerja saraf pusat.pengkonsumsian narkotika akan
menghambat pelepasan dan produksi zat serotoin, yaitu zat yang diperlukan
sebagai transmiter syaraf. Seiring dengan menurunnya produksi zat serotonin, maka
akan menyebabkan banyak informasi yang tidak tersampaikan kesyaraf pusat (otak)
orang yang mengkonsumsi narkotika tidak akan merasa sakit jika dipukul dan
tidak terasa capek walaupun beraktivitas yang menguras energi cukup besar.
Beberapa jenis narkotika antara lain Ganja, hasish, opium, morphin, dan kokain.
Seiring dengan perkembangan zaman, narkoba
semakin mudah diperoleh (tentu saja secara ilegal). Banyak tokoh-tokoh muda
yang tersandung masalah Narkoba. Hal itu dikarenakan gaya hidup mereka didunia
gemerlap. Kerjasama yang baik dalam berbagai segi (pemerintah, agama, keluarga,
dan lingkungan) dapat mengurangi penyalahgunaan Narkoba.
Menurut pandangan agama katolik, pada
dasarnya setiap bentuk penyalah gunaan narkoba bertentangan dengan moral
kristiani dan pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran beragama, bermasyarakat
dan bernegara.
1.
Kejahatan Sosial Narkoba Merupakan Masalah Kita.
Sebagai Warga Gereja Kita tidak Semestinya Bersikap Cuci Tangan.
Sebagai Warga Gereja Kita tidak Semestinya Bersikap Cuci Tangan.
Pada Hari Studi yang
diadakan dalam rangka Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tanggal 5
dan 6 November 2013, kami para uskup yang tergabung dalam KWI, berusaha untuk
belajar bersama mengenai masalah yang melanda masyarakat Indonesia yaitu
NARKOBA. Dari Badan Narkotika Nasional (BNN) kami mendapat banyak informasi
yang membuat kami semakin sadar betapa kompleksnya masalah ini. Kita Umat
Katolik diundang untuk ikut aktif dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Kita
berharap agar usaha umat Katolik untuk melawan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba ini membuka bagi generasi muda Indonesia, suatu jalan ke masa
depan yang lebih baik, yaitu jalan yang membuat mereka keluar dari
keputusasaan, menuju pengharapan.
“Narkoba”
adalah singkatan dari “narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya”.
Beribu-ribu tahun yang lalu, para tabib memakai narkotika untuk mengurangi rasa
sakit dalam proses pengobatan para penderita. Narkoba juga dipakai oleh dokter
untuk meredakan kegelisahan denyut jantung atau sebaliknya memacu kerja
jantung.
Dalam
bidang kesehatan jiwa, psikiater memakai narkoba untuk terapi bagi gangguan
kejiwaan. Segala penggunaan narkoba dalam contoh-contoh di atas dapat
dipertanggungjawabkan secara profesional oleh para dokter dan perawat di dunia
medis. Namun selain penggunaan yang profesional dalam proses penyembuhan, bahan
narkoba banyak pula disalahgunakan oleh anggota masyarakat yang tidak
bertanggung jawab. Penyalahgunaan narkoba berarti menggunakan narkoba dipakai
secara gelap tanpa pengawasan medis dan oleh karena itu berdampak mengacaukan
kehidupan, merusak kepribadian dan tanggungjawab sosial para pengguna.
Di
seluruh Nusantara, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote,
ada sekitar empat juta orang pencandu narkoba. Cara mendapatkan
obat-obatan terlarang itu ada pelbagai macam: Mereka sering dengan resep yang
dipalsukan memperoleh obat tidur dan obat penawar sakit yang meredakan rasa
tertekan.
Menurut
suatu ikhtisar yang disusun oleh BNN, pada tahun 2011 tergambar jelas bahwa
satu dari tujuh belas orang Indonesia yang berumur 10 sampai 59 tahun pernah
memakai bahan-bahan yang disebut ‘narkoba’. Satu dari empat puluh lima orang
Indonesia masih memakainya dengan jumlah pengguna laki-laki empat kali lebih
banyak dibandingkan dengan pengguna perempuan. Namun pada tahun 2014, jumlah
perempuan pemakai narkoba amat meningkat.
Orang
yang mengkonsumsi zat-zat narkoba akan merasakan dalam sekujur badannya suatu
pengalaman bagaikan dikejar kebutuhan untuk mendapatkan tambahan ganja atau
shabu. Orang yang memakai narkoba akan menjadi ketagihan dan merasa
‘membutuhkan stimulasi’ atau membutuhkan rangsangan, yang mengakibatkan ia
merasa harus memakai narkoba secara teratur. Narkoba dapat menghasut atau
melanda pada semua profesi, semua tingkat ekonomi, suku, agama dan status
sosial termasuk para pegawai negeri dan swasta, para pedagang, wiraswasta, dan
mahasiswa.
Kebanyakan
pecandu suntik berumur di atas 30 tahun. Mereka bukan pemakai baru. Oleh karena
itu, kebanyakan mereka ingin mengobati ketagihan mereka. Survei pada tahun 2011
menyebutkan bahwa 5 % sampai sebanyak-banyaknya 60 % dari kasus peredaran gelap
dalam satu wilayah dapat diungkap dan diadukan.4 Selebihnya tidak terungkap.
Dapatkah produksi dan peredaran gelap narkoba ini dicegah? Dapatkah pemakaian
yang tak terkontrol oleh petugas medis yang bertanggungjawab dikurangi? Di
belakang angka-angka statistik, tersembunyi banyak sekali riwayat orang-orang
yang terjerat narkoba. Mereka ialah saudarasaudari kita yang tetap ada bersama
kita saat ini dan tidak jauh dari kita.
Memang
– seorang pencandu adalah korban. Ia menjadi korban dari bandar dan pengedar
serta sikap coba-coba yang ceroboh ginkan yaitu mendapatkan tambahan narkoba.
Pemakaian narkoba membuat tubuh dan watak pencandu mengalami perubahan menjadi
makin buruk. Entah karena depresi, entah karena terlalu sensitif, entah karena
pemikirannya melayang-layang, orang tidak mampu lagi mengurus hidupnya
sehari-hari baik di tempat kerja, dalam keluarga, maupun dalam masyarakat pada
umumnya.
Penyalahgunaan
narkoba mengakibatkan meningkatnya takaran kebutuhan narkotika. Untuk
mendapatkan takaran yang meningkat itu, pencandu membeli narkoba semakin banyak
dan akhirnya terjerat dalam jaringan para pengedar.
Orang yang
memakai narkoba pertama-tama membutuhkan perawatan medik untuk menyembuhkan
infeksi dan agar sedapat mungkin fungsi otak dan syarafnya dipulihkan Untuk itu
dibutuhkan pendamping medik agar tatanan syaraf dan peredaran darah dalam tubuh
yang ketagihan tidak rusak bila pemakaian narkoba dihentikan. Lebih lagi, orang
yang terlanjur menjadi pencandu dan korban dalam kurungannya sendiri,
membutuhkan pendamping dengan empati manusiawi dan pemahaman psikologis.
Seharusnyalah
kita ingat bahwa orang yang kecanduan narkoba ialah sesama manusia bagi kita.
Hati kita semestinya tergerak melihat penderitaan mereka, dan melakukan sesuatu
agar mereka dapat kembali mandiri, merdeka dari narkoba dan kembali mampu
memikul tanggungjawab dalam kebersamaan. Pantaslah kita mengingat hal ini:
jangan sampai kebersamaan kita dirusak oleh perangkap narkoba yang menjerat
salah satu dari kita.
Pusat
perhatian kita ialah manusianya, bukan narkobanya. Jangan sampai makanan yang
kita konsumsi merusak tubuh dan hidup kita; jangan sampai minuman yang kita
nikmati merusak kemampuan kita untuk bertanggungjawab. Nasihat moral menyatakan
“Peliharalah hidup yang rapuh yang ada dalam tanganmu – janganlah kamu
memusnahkannya!”.
a. Katekismus
Gereja Katolik5 menyatakan: “Kehidupan dan kesehatan merupakan karunia
berharga, yang dipercayakan Allah kepada kita. Kita harus memeliharanya dan
merawatnya dengan cara yang bijaksana dan bersama itu juga memperhatikan
kebutuhan orang lain dan kesejahteraan umum.”
b. Orang
menjadi beriman karena tahu diri bahwa dirinya merupakan citra Allah, yang
dipanggil dan diharapkan menjadi rekan dan agen milik Sang Pencipta dalam
dunia. Karunia hidup dan kesehatan menjadi tanggungjawab dan panggilan kita.
Sebagaimana Sang Pemberi Kehidupan menghendaki kita menjadi sahabat-Nya, maka
kita diandalkan menjadi rekan usaha dan sahabat hidup bagi sesama.
Perhatian
kita kepada sesama khususnya sesama yang menderita kita lakukan dari hati ke
hati. Perhatian kita dimaksudkan agar kita membangun lingkungan yang berbudaya
perikemanusiaan. Pedoman moral di bawah ini wajib kita perhatikan sebagai
prinsip untuk melandasi gerakan kita melawan penyalahgunaan narkoba.
a.
Rawatlah
Orang Sakit
Dalam
hidup bersama, kita sudah banyak berbuat untuk menolong sesama kita yang sakit
dan menderita: Kalau orang menderita radang tenggorokan kita membantu
mengobatinya supaya ia dapat bicara kembali. Kalau seorang ibu menderita radang
usus buntu, maka diusahakan pembedahan yang menyembuhkan, supaya anakanak tidak
kehilangan ibu mereka.
Begitu
pula halnya dengan para pencandu. Mereka adalah orang sakit yang butuh kita
rawat agar pulih dan bisa kembali berperan dalam kehidupan bersama. Memang, ia
sakit karena ceroboh sendiri – namun ia sungguh-sungguh sakit dan (pada
umumnya) tidak dapat menolong dirinya sendiri. Hanya kalau dibantu dalam
rehabilitasi, orang itu dapat kembali menangani hidup dan tugasnya.
b.
Bicaralah
dengan Orang di Sampingmu
Lahirnya
anak cacat bukan lagi bahan omongan antar tetangga. Kini orang telah belajar
saling membantu supaya orang cacat pun dapat ikut serta dalam hidup bersama.
Penderita atau pasien narkoba mana pun wajib ditolong pertama-tama dengan
konsultasi. Kalau semua hanya bisik-bisik, maka perlu satu orang yang berani
angkat bicara! Syukur jika di dekat korban ada pos penasehat dan pendamping
yang dapat membantu menunjukkan jalan keluar dari jerat kecanduan. Jangan sampai
di antara kita ada yang tidak ikut bicara! Jangan sampai ada orang kecanduan
yang didiamkan tanpa pertolongan.
c.
Jagalah
Agar Kota dan Desa Kita Aman
Supaya
hidup bersama sejahtera, maka tak pernah boleh orang memanfaatkan orang lain
untuk mencari keuntungan sendiri. Supaya pribadi manusia terlindungi dan warga
masyarakat tetap mandiri dan bertanggungjawab dalam kebersamaan, aturan hukum
wajib ditegakkan.
d.
Jagalah
Hidup dan Kesehatanmu
Setiap
makluk hidup - entah tumbuhtumbuhan, hewan maupun manusia – selalu berusaha
untuk menjaga hidupnya sendiri. Itulah hukum kodrat makluk hidup. Dengan
pelbagai cara, binatang yang sakit akan berusaha untuk menyembuhkan
penyakitnya.
Jika kesejahteraan
anggota masyarakat dirongrong demi kepentingan segelintir orang, maka
terjadilah kejahatan sosial. Merupakan kejahatan sosial pula jika hidup dan
kesehatan para warga diancam.
Walaupun kejahatan
sosial narkoba mencengkeram di mana-mana, namun naluri sosial kita sebagai
manusia, mendorong kita untuk tidak membiarkan sesama dalam kawanan kita
dilumpuhkan. Naluri sosial kita ini wajar. Kawanan gajah pun melindungi dan
membantu teman sesama anggota kawanan yang terluka. Daya terbesar yang kita
miliki ialah naluri untuk memelihara keturunan. Kita mendorong para pendidik
dan pendamping orang muda agar bersemangat membina orang muda supaya mampu
mandiri menjadi penerus generasi kita dengan lebih baik. Kami memperoleh pencerahan
dan kecerahan budi dari pemaparan BNN yang bukan saja mau menangkap dan
menghukum para pelanggar melainkan juga memikirkan dan mengusahakan bagaimana
para korban narkoba itu dapat direhabilitasi.
Namun dalam masyarakat
kita, tetap hiduplah suatu ikatan sosial yang kuat yang pantas kita libatkan
untuk membangun kebersamaan dalam melawan produksi, pengedaran, penyalahgunaan
narkoba itu. Dalam keluargakeluarga kita masih dan tetap terdapat semangat
hidup dan daya juang yang mendahului segala nasehat moral.
Pun pula dalam masyarakat kita telah terbangun suatu budaya moral
dan orang bergairah merayakan kehidupan, gairah asli yang bukan hidup karena
mendapat uang atau perkara duniawi, melainkan gairah yang membentuk gaya hidup
mengasihi kehidupan. Ada gairah untuk melawan praktek a-moral dan tetap ada
gairah untuk memelihara hidup; gairah masyarakat tetap ada untuk memelihara
kehidupan yang ternyata ada dalam tangan tanggungjawab kita; gairah untuk
mengembangkan kehidupan dan menjaganya agar tidak rusak karena kita sendiri
salah langkah.
Kita mengakui keprihatinan sosial ini dan berusaha agar narkoba
tidak diproduksi dan tidak diedarkan secara tidak bertanggungjawab dan supaya
tidak terjadi penyalahgunaan narkoba. Semangat sosial yang sama mendorong kita
melibatkan semua warga pada kepentingan bersama dan berusaha melindungi kawan
yang dilumpuhkan oleh narkoba.
Istilah “masalah sosial” dan sebutan “kejahatan” hendaknya kita
ucapkan dengan kepala tengadah memandang ke masa depan. Dikatakan di mana-mana
bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika mengakibatkan penderitaan
besar.
Karena menatap ke masa depan, bagi setiap orang kita usahakan
agar ia mampu mengurus hidupnya. Karena yakin akan hidup, orang yang melakukan
kesalahan apa pun patut diberi ruang baru dan kesempatan untuk melangkah lagi.
Dari keyakinan dasar yang penuh harapan seperti itu, kita tegas menentukan
langkah untuk menangani masalah narkoba: Kejahatan sosial narkoba kita hadapi
dengan daya moral sosial kita. Rehabilitasi para korban merupakan cara membuka
jalan harapan ke masa depan.
Warta Injil selalu baru
sewaktu kita mendengarkannya. Warta Injil selalu baru karena menggugah para
pengikut Kristus untuk menghidupkan rasa tanggungjawab mereka di tengah dunia
Kerajaan Allah tidak jauh dan Allah mengetuk pintu hati kita. “Berbaliklah dan
percaya pada kabar gembira!” Kalau kabar gembira sudah sampai pada hati kita,
kita tidak punya alasan lagi untuk terus mengeluh mengenai kejahatan narkoba.
Marilah kita balikkan arah dan kita tatap masa depan. Memang narkoba
mengakibatkan banyak penderitaan, tetapi bisa ditolong. Kapan kita akan mulai?
a. Dengan
iman, kita mau berkiblat pada Allah Sang Pemilik kehidupan. Dalam iman, kita
menanggapi kehendak Allah supaya terjadi sesuatu yang baru. Apa lagi yang
dikehendaki Allah selain supaya kehidupan-Nya menular dan menyebar? Biarlah
kemuliaan Tuhan tetap untuk selama-lamanya, biarlah Tuhan bersukacita karena
perbuatan-perbuatan-Nya! (Mzm 104,31).
b. Dengan
iman, kita dapat menyambungkan diri pada awal baru yang dibuat oleh Allah yang
Hidup, waktu Anak Allah, yakni Yesus dari Nasaret, hadir di tengah kita. “Semua
orang memuji Dia” (Luk 4,15). Kata mereka, “bukankah Ia ini anak tukang kayu?
bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudaraNya Yakobus, Yusuf, Simon dan
Yudas? dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita?”
(Mat 13, 55-56). Ya, memang Allah-Beserta-Kita itu telah menjadi saudara dalam
persaudaraan antarkita
c. Dengan
iman, kita dapat menekuni perhatian Yesus untuk anak-anak dan semua orang lain
yang disingkirkan (bdk. Mat 19,14). Dengan beriman, kita mampu meneruskan
tekad-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi
pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan
dan bukan persembahan” (Mat 9, 12- 13; 12,7) Hanya jika orang asing ditampung,
orang sakit dirawat, orang dalam tahanan dikunjungi, maka Allah beserta kita,
dan dalam kebersamaan dengan Allah itu semua orang dapat diikutsertakan dalam
kehidupan-Nya.
d. Dengan
iman, kita menyambut perutusan Kristus yang bersabda, “Aku datang, supaya
mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10,10).
Semboyan orang beriman kepada Allah yang Hidup ialah “Jadilah pembela
kehidupan”.
e. Dengan
iman, kita mewujudkan kesejahteraan bersama. Kita ingin mewujudkan iman kita
dalam perhatian kepada sesama. Memperhatikan dan menolong sesama adalah
perwujudan iman kita, “aku akan menujukkan kepadamu imanku dari
perbuatan-perbuatanku” (Yak 2:18). Untuk membela kehidupan itu – apakah Allah
memerlukan Gereja?
Seorang beriman adalah
sekaligus kisah umat beriman. Abraham berangkat dari tanah airnya untuk
menemukan suatu tanah terjanji karena Allah menjanjikannya kepadanya. Allah
berjanji bahwa keturunan Abraham akan menjadi umat yang besar. Ya, Allah
membutuhkan umat! Dari negeri pembuangan, Allah merebut dan membebaskan
keturunan Abraham karena membutuhkan suatu umat, yang memegang
perintah-perintah Allah dan menjadi agen-Nya di antara bangsa-bangsa manusia
(bdk. Ul. 8,1-2).
Dengan undang-undang
dasar yang kita sebut Sepuluh Firman, umat Allah dibentuk-Nya agar bersatu,
rukun, guyub. Dalam kebersamaan itu setiap orang dihormati entah dia merdeka
atau budak. Dalam hukum-Nya yang hidup, ikatan hati dalam rumah tangga dijaga;
hidup orang lemah dan orang wreda jompo dipelihara serta kebersamaan dibangun
atas dasar ketulusan. Allah memerlukan umat agar mengumat.
Kejahatan narkoba telah
meruntuhkan kepercayaan antar-kita. Padahal, kepercayaan satu sama lain adalah
ruang di mana orang dapat hidup bersama dan kepercayaan antar kita menjadi
dasar agar kita dapat bersama-sama mengusahakan kepentingan bersama. Kepercayaan
antar kita runtuh ketika di depan halaman Sekolah Dasar dijual manisan yang
dibubuhi sabu-sabu.
Kepercayaan antar kita
runtuh, ketika seorang warga oleh temannya diselundupi tiga kilo heroin ke
dalam kopornya sehingga ia menjadi sekedar “keledai-muatan-narkoba”. Runtuhlah
kepercayaan antar-kita, ketika murid SMA yang kecanduan mencuri dari lemari
orangtua apa saja yang dapat ia jual untuk membeli narkoba sambil berkata dalam
hati, “andaikata laku, ibuku pun kujual!”. Kepercayaan antar-kira runtuh ketika
mantan mahasiswa di pulau Jawa menjadi guru sekaligus bandar narkoba di daerah
asalnya yang terpencil. Jika kita mau memberantas peredaran narkoba di
lingkungan dan kampung kita, maka perlulah kita bersama-sama melakukannya. Jika
kita mau mencegah murid-murid untuk coba-coba, maka mesti ada ketulusan dan
keterbukaan antara guru dan murid, dan terutama antar-teman satu sekolah. Kalau
kita mau menghindarkan para karyawan pabrik dari godaan mencari hiburan, maka
kita harus membangun serikat pekerja yang saling percaya. Kepercayaan dibangun
hanya dengan mengulurkan dan menawarkan kepercayaan pada sesama.
a. Dicari:
lingkungan yang memercayai sesama, suatu lingkungan yang tulus agar semua dapat
melangkah dari keputusasaan menuju pengharapan.
Kami, uskup-uskup Indonesia, mengajak secara khusus seluruh Umat
Katolik dan siapa pun yang berkehendak baik, supaya kita hidup dengan cermat.
Hendaklah kita sebagai umat Allah mengumat di bumi manusia. Dengan tekad baru
kita ikut membangun kepercayaan dengan menawarkan kepercayaan:
b. Keluarga-keluarga
menyediakan waktu untuk ber-dekat-hati;
c. Umat
di kampung dan perumahan menjaring dan melibatkan orang muda, agar mereka pun
melihat jalan ke masa depan;
d. Lingkungan
mendukung keluarga-keluarga yang menjadi korban narkoba agar bangkit;
e. Sekolah-sekolah
katolik melatih kesetiakawanan, terbuka dan penuh perhatian;
f. Pusat
paroki mengusahakan adanya ruang bicara yang ramah-aman bagi korban narkoba,
dan mengusahakan layanan teman bicara yang paham bagi para korban itu;
g. Bersama-sama
kita berusaha untuk meresosialisasi korban, bukan menyingkirkannya.
Secara khusus,
Konferensi Waligereja Indonesia, mengajak ketiga puluh tujuh keuskupan di tanah
air kita, paroki-paroki dan komunitaskomunitas kaum religius dan awam,
karya-karya Gereja dan lembaga-lembaga Katolik agar semua unsur bergabung pada
kesadaran dan cita-cita nasional anti narkoba. Kita ingin agar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap terlindung, martabat dan pribadi manusia sebagai warga
tetap sehat mandiri-merdeka serta bertanggungjawab dalam kebersamaan. Marilah
kita ikut menghadapi masalah kejahatan sosial narkoba dan turut menjaga serta
membangun kepercayaan sebagai dasar hidup bersama. Marilah kita menjadi
agenagen perlawanan terhadap penyalahgunaan narkoba dan kita berusaha membuka
jalan bagi para korban agar mereka mendapatkan pemulihan hidup dan bergerak
dari keputusasaan menuju pengharapan.
1. Lembaga-lembaga
dan Yayasan-yayasan Pendidikan Katolik kami himbau supaya menaruh perhatian
khusus bagi ancaman di kalangan anak-anak dan remaja. Jangan sampai mereka
terbujuk untuk mengobati kekecewaan dan kegagalan dengan narkoba. Jangan pula
orang muda yang penuh pengharapan, mulai menikmati pelepasan semu dari semua
masalah yang dijanjikan oleh narkoba, dan menjadi pemakai teratur yang terjerat
ketagihan. Kami menghimbau, agar orang muda yang telah menjadi korban, jangan
disingkirkan dan dikeluarkan dari sekolah melainkan dibantu untuk bangkit
kembali dan kalau perlu melalui suatu program rehabilitasi.
2. Komisi
Pendidikan hendaknya bersedia mengkomunikasikan kepada lembagalembaga
pendidikan program-program yang sudah berlangsung bersama pengalamanpengalaman
di sekolah-sekolah.
3. Komisi
Kepemudaan harap mengusahakan, agar aktivitas kepemudaan paroki dan keuskupan
dapat bergabung pada perhatian, program dan usaha bagi para remaja. Para pemuda
yang berkumpul di lingkungan Gereja dapat menjadi kawan pemuda setempat. Dengan
kerja-sama lintas aneka kelompok sosial dan agama semoga terbangun kesetiakawanan
yang tidak mengenyampingkan seorang pun, antara lain untuk mewaspadai peredaran
gelap narkoba dan untuk menampung dan merehab para korban. Semboyan” dari
keputusasaan menuju pengharapan!” hendaknya menjadi salah satu pokok pelatihan
kaderisasi yang dijalankan oleh Komisi Kepemudaan.
4. Komisi
Keluarga hendaknya ikut serta secara aktif dalam usaha melawan kejahatan
narkoba. Dalam semua usaha membangun lingkungan kepercayaan, diandalkan
keluarga dan kekuataannya, karena keluarga merupakan satuan yang membina kehidupan
bersama karena saling cinta.
5. Alangkah
baiknya karya pastoral paroki menyediakan sarana yang dapat menyampaikan pesan:
“kalau keluargamu menjadi korban, jangan takut, kami dapat membantu!” Umpamanya
seksi pastoral keluarga dalam paroki diharapkan dapat merujuk keluarga pada
suatu pos pertolongan pertama yang selanjutnya akan merujuk pada suatu pos
wajib lapor yang dekat dan usaha rehabilitasi.
6. Bersama
ini kami minta kepada lembagalembaga kesehatan katolik (terutama yang bergabung
dalam Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) untuk memberikan bantuan
medik bagi para pecandu dan mengembangkan usaha-usaha rehabilitasi korban
narkoba. Secara khusus, kami minta dari lembaga-lembaga kesehatan katolik
bantuan pemikiran dan bantuan usaha praktis, agar dalam lingkungan
paroki-paroki di seluruh Indonesia, dirintis pos konsultasi dan pos wajib lapor
yang dekat sehingga mudah didatangi dengan aman.
7. Komisi
untuk Keadilan dan Perdamaian hendaknya mencari kemungkinan dan membuka jalan
agar didirikanlah panti rehabilitasi yang profesional. Secara khusus kami minta
Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia untuk membahas serta meninjau
usaha-usaha yang diampu oleh tarekat-tarekat religius dalam konsultasi dan
rehabilitasi korban Narkoba, sambil menjajaki untuk merintis usaha baru.
8. Sekretariat
Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia akan mendampingi usaha-usaha tersebut
dengan membuat suatu gugus tugas khusus.
9. Para
imam, biarawan-biarawati, para orangtua dan para tokoh masyarakat hendaknya mau
mempelajari dan memahami bahaya penyalahgunaan narkoba dan menjadi tempat bagi
umat untuk mengadu tentang penyalahgunaan narkoba serta mengarahkan umat agar
mau melapor bila terjadi penyalahgunaan narkoba di lingkungannya. Dan kita
semua hendaknya lebih dan semakin peduli serta berempati kepada para korban
penyalahgunaan narkoba di masyarakat kita.
Kita
gembira, bahwa dalam usaha-usaha ini kita dapat bekerjasama dengan komunitaskomunitas
lain seluas masyarakat Indonesia. Kita ingin menjawab undangan dan ajakan Badan
Narkotika Nasional untuk ikut “memberdayakan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika”. Kita
mengerti dan sepenuhnya mendukung prioritas BNN untuk mengusahakan rehabilitasi
para korban. Hendaknya mereka yang telah menjadi korban, kini dipulihkan
sebagai anggota dalam suatu dunia yang sehat.
No comments:
Post a Comment